Sumber
Waktu subuh masih lama menjelang saat saya sudah tiba di terminal 1A Bandara Soekarno-Hatta. Adalah hal yang langka, walau cukup mudah dipahami, bahwa perjalanan dari kosan di Mampang Prapatan sampai bandara ini hanya butuh 30 menit saja. Ini hari Minggu, masih dini hari pula. Di jam normal, butuh waktu tak kurang dari 1,5 jam tuh.
Jam 03.30. Hmm.. keputusan saya untuk bangun jam 2 dan memesan taksi jam 3 jadi dipertanyakan nih. Bangun boro-boro di saat orang lain masih demen ama Wake Me Up When September Ends. Ini dini hari awal September aja udah terbangun lalu sekarang mesti menunggu lama karena jadwal take off masih jam 05.40! Emang bener kata orang, hanya ada pilihan di Jakarta: datang kepagian (terlalu awal) atau terlambat. Walau terlalu kepagian, tapi tetap bersyukur dong ya udah sampai di bandara. Sabar dan syukur, kunci pokok menjalani hidup di Jakarta (di semua kota juga sih..hehe). Alhamdulillah dengan itu saya masih begitu menikmati hidup di kerasnya ibukota
Singkat cerita, setelah masa menunggu masuk pesawat sambil asyik baca Qur’an selesai, bersiaplah saya terbang ke provinsi yang belum pernah saya jamah sama sekali. Ke daerah yang selama seminggu ke depan akan membawa saya kesan nan luar biasa. Bismillah. Dadah Jakarta!!
Bandara Sultan Hasanuddin
Pesawat mendarat dengan mulus di landasan pacu bandara Sultan Hasanuddin. Tak kalah mulusnya saya melengang keluar dari bandara karena emang ga bawa barang di bagasi. Tapi waktu menunggu ternyata datang lagi. Mobil jemputan terlambat datang. Dalihnya.. kena macet! Waduh. Masa sih jauh-jauh meninggalkan Jakarta sang maharaja kemacetan untuk menemui kemacetan yang lain?
Well, ternyata ga lama kok menunggunya. Mobil jemputan datang dan segera membawa keluar dari bandara yang berada di kabupaten Maros ini, masih sekitar 30 km dari Makassar. Mirip dengan bandara CGK di Jakarta lah ya. Kami melintasi patung sang Ayam Jantan dari Timur, Sultan Hasanuddin, yang berdiri dengan megah. Ia berdiri gagah dengan senyum terpahat di wajah, walau saya menerka senyum itu akan hilang seketika jika beliau melihat keadaan negeri yang diperjuangkannya dengan gagah berani ini telah berubah jadi ayam sayur. Maaf sultan, jangan marah ya. Doakan anak-anak muda negeri ini punya semangad kuat sehingga mampu menjadikan tanah air ini jadi ayam jago yang disegani lagi ya!
Masuk kota Makassar, atribut kampanye terlihat di mana-mana. Sepanjang mata memandang dibosankan dengan banyaknya spanduk. Usut punya usut, ternyata ihwal kampanye calon walikota pula yang membuat jalanan tadi pagi macet. Sepuluh calon!! Gila, saya ga habis pikir dengan banyaknya calon di sini. Motifnya apa sih. Selalu loh tiap kampanye dengan calon begitu banyak, ada 2-3 yang punya suara cuma nol koma sekian persen. Terus ngapain ikut? Numpang beken?
Haha. Obrolan tentang politik emang selalu ga mutu. Yuk lanjut aja membahas jalan-jalan nan asyik karena baru sebentar (tanpa mesti lewat tol), saya sudah berada di kawasan ikon kota nan masyhur itu, Pantai Losariii..
Sejenak booking hotel dan..
markijal, mari kita jalan-jalan.. markikul, mari kita kulineran
Coto Gagak
Kuliner pertama dari serangkaian kuliner-kuliner superlezat yang saya icip di Makassar. Untuk urusan kulineran, saya udah menyiapkan draft, terutama untuk menu yang sudah di-reviewoleh sahabat saya yang jago masak (dan makan.. :p )
Masakan khas dari daging sapi yang lembut (udah melalui perebusan lama) dan kuah yang sedapnya ga ketulungan. Dimakan saat masih panas mengepul bareng buras (ketupat). Nyaaam… Mak nyuss tenan..
Coto di jalan Gagak ini merupakan rekomendasi dari teman saya yang asli Makassar. Emang amat laris sih. Pilihan lain yang ga kalah larisnya yakni di Coto Nusantara.
Harga per porsi : 15.000
Anjungan Pantai Losari
Karena dapat hotel yang letaknya sangat dekat dengan pantai, sayang rasanya untuk tidur siang. Segera saja saya jalan-jalan ke tempat kumpul terfavorit di Makassar, anjungan Pantai Losari. Ada 4 tulisan besar di sana, “Pantai Losari” (ikon utama, katanya sih belum ke Makassar kalau belum foto dengan background itu), “City of Makassar”, “Bugis” dan “Makassar”. Di pelataran terdapat miniatur budaya Makassar. Of course, berada di tengah-tengah adalah perahu kebanggaan nusantara masterpiece orang Bugis, Pinisi. Lalu ada patung becak (transportasi yang banyak terdapat di sini, sekarang sudah lebih umum terganti dengan bentor- becak bermotor- becak yang didorong dengan mesin sepeda motor). Ada 20 patung tarso pahlawan daerah Bugis/Makassar (Sultan Hasanuddin, La Sinrang, Syekh Yusuf, dll). Tak ketinggalan patung sekumpulan orang yang saya kira maen sepak takraw dan maenan obor, ternyata itu tari tradisional Pepe’ Pepeka ri Makka. Unik juga ya. Emang asyik deh mengetahui kayanya ragam budaya nusantara
Mie Titi
Karena Losari baru akan menunjukkan keelokan maksimalnya di kala sunset, saya jalan kaki dulu ke sebarang, “kawasan kuliner Makassar” jalan Datu Museng. Yuph, di sana tersedia cukup komplet kuliner2 khas sini. Pilihan pertama saya untuk kuliner di jalan ini adalah… Mie Titi!
Mie lidi kriuk-kriuk yang udah digoreng kering, dimandikan dengan kuah kental berisi sayuran, ayam dan seafood. Rasanya.. amazing! Buat anak Indonesia yang biasanya demen banget ama mie, harus banget sekali waktu nyobain mie titi yaa..
Mie Titi paling terkenal ada di jalan Irian. Nah karena yang di kawasan kuliner ini juga cabang dari jalan Irian, yawda lah udah terwakili. Hehe..
Harga per porsi : 21.000
Pisang Epe
Di sepanjang jalan pantai Losari, berjajar banyak penjaja Pisang Epe. Pisang Epe itu pisang yang digimanain sih? Hmm.. Pokoknya si pisang dipenyet dan dibakar, lalu disajikan dengan siraman gula merah cair. Seberapa enak? Ni terka sendiri..
Pisang epe ini tersedia dalam banyak pilihan taburan, ada keju, durian, coklat, kacang. Saya sih lebih suka yang original aja. Hehe
Harga per porsi : 8.000 (original)
Masjid Terapung (Amirul Mukminin)
Masih di kawasan Losari, ada masjid nan unik karena mengapung di teluk Makassar. Hah, mengapung? Yuph, bangunan masjid ini semuanya terpancang di atas laut. Suasana dalam masjidnya sangat nyaman, walau kapasitasnya kecil tidak sebanding dengan ramainya pengunjung Pantai Losari. Unyu deh selepas kita terpana menyaksikan sunset Losari, terkumandang adzan nan merdu, orang-orang berbondong menuju masjid indah ini, berwudhu dan beribadah bersama mengagungkan Allah SWT.
**
Wuih reportase sampai sore aja udah jadi lumayan banyak yaa.. Tunggu postingan berikutnya di mana yang ditunggu-tunggu, ultimate Losari sunset, ada di dalamnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar