Sumber
Kembali mengawali pagi dengan kesiapan untuk bekerja. Hari ini saya akan meninggalkanMakassar untuk bertolak ke Maros, lanjut bermalam di Watampone. Segala urusan dengan hotel dan klien di Makassar beres menjelang jam 11 dan saatnya bergegas ke Maroos..
Maros bisa dibilang first mate-nya Makassar. Bandara Sultan Hasanuddin yang merupakan akses menuju Makassar berada di Kabupaten Maros (seperti case bandara CGK di Tangerang).Benteng Ujung Pandang yang saya ceritakan kemarin, struktur bangunannya diambil dari pegunungan karst di Maros. Pun di Maros terletak objek wisata unggulan Sulawesi Selatan, Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung (kebanyakan masih mengira TN Babul berada di wilayah Makassar).
Sebagaimana jalanan Jakarta-Tangerang yang disupport oleh jalan tol, perjalanan Makassar-Maros juga sudah disupport oleh jalan tol. Satu-satunya jalan tol yang ada di Kawasan Indonesia Timur. Pengelolanya bukan Jasa Marga lho (seperti hampir semua jalanan tol di Jawa), melainkan Bosowa Corp, satu di antara dua perusahaan paling mentereng di bumi Celebes (yuph, the other is Kalla Group ). Melewati jalan tol yang lengang ga ada macetnya cem ibukotah, 30 menit cukup untuk sampai di lokasi kerjaan di tanah Maros. Mari bekerja dengan penuh semangat.. hap hap..
Taman Nasional Bantimurung
Kerjaan kelar, saatnya jalan-jalaan. Mana lagi tujuannya kalau bukan Taman Nasional Babul, Bantimurung Bulusaraung. Ekowisata dengan beragam keunikan, utamanya terangkum dalam 4 kata : air terjun, karst, gua dan kupu-kupu.
Aha. Sepi sekali gerbang masuk taman wisata alamnya. Waktu sudah menunjuk pukul 17 sih, hari Selasa pula. Waktu yang kurang cocok bagi turis lokal untuk berwisata. Tahfafa, malah jadi bisa santai menikmati sejuk suasana di dalamnya kan (ga bisa santai juga sih, maghrib segera menjelang. hehe). Oya harga tiket masuk TNBB Rp 20.000,-
Bantimurung. Dalam bahasa daerah sini, “Banti” berarti air, “Murung” berarti bergemuruh. Mengacu pada air terjun bertingkat nan indah yang suaranya bergemuruh. Emang begitu masuk dari gerbang tiket, suara terjun sudah terdengar. Tinggal berjalan sedikit dan sampailah ke lokasi gemuruh itu..
Indah dan berasa seger banget ya airnya. Kalau saja dalam mode “full wisata” (ga pake sepatu dan celana formal), saya pasti langsung byuur maenan air. Seluncuran dengan ban jadi kegiatan asik-asikan yang paling digemari di sini. Aih, pengeen (bocah! haha). Anyway, anugerah tersendiri masih sempat maen di taman nasional bernuansa sejuk dan segar di tengah aktivitas harian di gerahnya Batavia.
Kingdom of Butterfly. Kerajaan kupu-kupu. Begitulah sebutan ahli biologi terkenal Alfred Wallace (itu tuh.. yang di pelajaran IPS SD namanya dipakai untuk garis maya pemisah wilayah hewan Asia dan hewan Australia) untuk Bantimurung. Ratusan spesies kupu-kupu nan unik hidup di sini. Banyak yang terbang bebas di kawasan air terjun. Tapi tak sedikit pula yang masuk sebagai fauna dilindungi, diberi penangkaran khusus. Sayangnya (karena hari sudah terlampau sore), baik penangkaran maupun museum kupu-kupu sudah tutup. Hmm.. Melihat aneka kupu-kupunya di toko souvenir depan gerbang aja deh (liat doank tapi ga beli..)
Karst Maros
Daerah Maros merupakan salah satu kawasan karst paling unik di dunia. Aih, apa sih karst itu? Saya juga ga paham betul sih walaupun ayah saya seorang geograf. Haha. Pokoknya ya, daerah karst itu dari pelarutan batuan, banyak bukit-bukit kecil, cenderung banyak terbentuk gua, dan sungai bawah tanah.. Ini nih penampakannya…
Kawasan karst di Maros secara khas berbentuk tower (tebing).
Kolam Jamala. Airnya mengalir dari dalam gua (sungai bawah tanah). Seperti kebanyakan sungai murni yang keluar dari batuan, masyarakat menyebutnya sebagai kolam mandi bidadari (haha.. ya kali.. pada ngarep ya…)
Kawasan karst seperti ini mengingatkan saya akan suasana mudik sebagai orang Turki (Turunan gunungKidul :p). Bedanya, di gunungkidul bentuk karstnya kerucut (gunung), yakni Pegunungan Sewu. Sungai bawah tanahnya (Kali Suci) cenderung lebih panjang (bisa buat body rafting). Tapi persamaan kerennya, keduanya merupakan daerah Kawasan Warisan Dunia by UNESCO.
Sebagai kawasan karst, Maros punya banyak sekali gua. Gua yang berada di kompleks wisata Bantimurung adalah Gua Mimpi dan Gua Batu. Untuk menikmati stalagtit dan stalagmitnya, perlu bawa/sewa senter karena tidak ada fasilitas pencahayaan yang ditaruh di dalam gua. Selain itu ada gua Leang Leang dan gua Pettakere, gua di tengah-tengah batu cadas langka yang mana di dalamnya ada lukisan manusia purba (lukisan babi rusa dan cap tangan).
Gogos
Menjelang maghrib, saya keluar dari kawasan wisata Bantimurung. Perjalanan akan segera lanjut menuju Watampone, kabupaten Bone. Untuk mengganjal perut, saya berhenti sebentar di jejeran warung makan yang menjajakan makanan khas, Gogos.
Nah inilah diaa.. Gogos. Sekilas mirip apa hayo.. Otak-otak? wah terlalu besar untuk ukuran otak-otak. Arem-arem? Bukan juga, isinya bukan nasi kok. Lemper? Yuph, betul sekali. Ketan isi seiris daging ayam yang sudah tidak asing lagi bagi kita.
Loh bedanya lemper ama gogos apa donk? Kasitau ga yaa..
bedanya, si Gogos ini ga ada isi sama sekali. Ya cuma ketan saja, lalu di-gado bareng telur. Hehe..
Sunset di Maros
Terakhir untuk perjalanan Maros kali ini, sebelum melintasi jalanan kelak kelok membelah gunung, dapet salam dari matahari dan langit merah di sana…
Perjalanan pun berlanjut dalam suasana mudik. Ya, selayaknya mudik bagi saya. Karena suasanya memang sangat mirip jalanan Yogya-GunungKidul. See you, Maros!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar