Selasa, 01 Oktober 2013

Maulid Nabi, Saladin, dan Berakhirnya Kerajaan Yerusalem

Sultan Salahudin (Kingdom of Heaven)
Di Mosul di bawah kekuasaan Sultan Nuruddin Zangi,  hidup seorang ulama sufi bermazhab Syafi’i, bernama Syaikh Umar al-Malla’. Ia adalah syaikh yang memimpin sebuah zawiyya, atau pesantren sufi kecil, yang sering didatangi oleh para ulama, ahli fiqih,  dan penguasa untuk meminta nasihat, pelajaran, doa, dan barokah. Setiap tahun sekali  Syaikh Umar al-Malla mengadakan acara “ayyam mawlid al-nabi.” Acara ini biasanya dihadiri oleh Gubernur Mosul dan para ulama dan para penyair  – dalam acara ini selain di adakan pembacaan riwayat hidup kanjeng Nabi Muhammad SAW, juga ada pembacaan puisi dan pujian kepada Nabi. Gubernur biasanya memberi hadiah kepada para pembaca puisi pada acara itu. (acara maulid nabi ini kelak disebut oleh Ibn Katsir dalam kitab al-Bidaya wa al-Nihaya).
             
Salah satu pengkut Syaikh Umar al-Malla adalah Sultan Nuruddin sendiri. Bahkan dalam catatan yang ditulis oleh al-Bundari, di Kitab Sana al-Barq al-Shami, dikatakan Sultan Nuruddin adalah murid yang “paling tulus dan dicintai” (akhlas muhibbi-hi wa ahhab mukhlisi-hi). Pada 1150 Sultan Nuruddin mewakafkan “masjid al-sarajin” untuk dijadikan tempat untuk berbagai acara, seperti perayaan menjelang ramadhan, ritual nisfu sya’bam maulid nabi dan pengajian umum.  Atas saran Syaikh Umar al-Malla’ ini pula maka Sultan Nuruddin membangun masjid jami’ pada tahun 1177, dan sekaligus menunjuk Syaikh Umar al-Malla’ sebagai pengajar,  khatib dan imam di masjid tersebut.  Begitu hormatnya Sultan Nuruddin kepada Syaikh Sufi Umar al-Malla ini maka ia memerintahkan agar qadhi di Mosul harus selalu berkonsultasi kepada Syaikh Umar al-Malla’ dalam memutuskan perkara agama.

 Sultan Nuruddin Zengi (atau Zangi) adalah pemimpin penting dalam Perang Salib gelombang kedua.  Sejarah mencatat bahwa Perang Salib Kedua ini adalah bencana militer dan politik bagi pihak Kristen . Pasukan Salib, yang ingin sekali mengalahkan Muslim sesudah berhasil menaklukkan Yerusalem, mengarahkan sasarannya ke Damaskus di Syiria. Tujuannya adalah memperkuat pertahanan di kawasan Timur dengan cara menguasai kota itu. Tetapi ini adalah blunder atau kesalahan fatal yang dilakukan Pasukan Salib. Saat itu Damaskus sedang menghadapi ancaman dari pasukan Zengi. Karenanya, sesungguhnya Damaskus adalah satu-satunya wilayah Muslim yang bekerjasama dengan orang Kristen dalam mempertahankan wilayah Damaskus dari serbuan Zengi. Bahkan Damaskus sudah menjalin aliansi dengan Kerajaan Kristen Yerusalem untuk menghadapi serangan Zengi. Karena itu, ketika Pasukan Salib menyerbu Damaskus, otomatis kota Muslim itu berubah menjadi lawan bagi pasukan Kristen dari Barat. Pasukan Salib bergerak ke Damaskus pada 25 Mei 1148. Begitu mendekati kota, pimpina Damaskus merasa dikhianati pasukan Kristen. Mereka kemudian meminta bantuan kepada putra Sultan Zengi, yakni Nuruddin Zengi, untuk melawan pasukan Kristen. Nuruddin ini terkenal dengan semangatnya untuk berjihad mengusir kaum Kristen dari tanah suci Yerusalem.  Pimpinan Damaskus merasa bahwa Nuruddin adalah satu-satunya pilihan untuk dimintai tolong, meskipun Nuruddin sendiri juga mengincar wilayah Damaskus.

Kota Damaskus dilindungi oleh hutan dan pohon-pohon buah-buahan.  Area hutan ini membentang sepanjan g 8 kilometer , dan tanaman itu tumbuh dengan rapat. Dan selain itu tanahnya juga banyak yang berlumpur. Pasukan Salib banyak yang tewas oleh serangan pasukan pemanah yang bergerak dalam unit-unit kecil, yang mengintai disela-sela pepohonan. Namun Pasukan Salib pantang menyerah dan berhasil memukul mundur pasukan pemanah. Kemudian Pasukan Salib melakukan kesalahan kedua. Mereka tidak mempertahankan wilayah hutan itu, tetapi justru bergerak ke area yang lebih terbuka di sebelah timur kota Damaskus. Pasukan Damaskus, dengan bantuan dari pasukan yang kembali dari utara, berhasil merebut kembali wilayah hutan. Sementara itu, Pasukan Salib yang sudah terlanjur berada di timur kota baru menyadari bahwa di sana tidak ada air dan tak ada tanaman. Di bawah musim panas yang menyengat, mereka segera sadar bahwa mereka tak mungkin menang perang dalam kondisi itu. Mereka akhirnya mundur dengan memalukan, kembali ke Yerusalem setelah bertempur sengit selama seminggu. Mundurnya Pasukan Salib ini mengakhiri Perang Salib Kedua. Akibat dari Perang Salib Kedua ini adalah kerugian bagi Kerajaan Kristen Yerusalem, sebab aksi mereka menyebabkan satu-satunya sekutu Muslim berubah menjadi musuh mereka. Dengan bergabungnya Damaskus dengan pasukan Nuruddin, maka pasukan Nuruddin memiliki tambahan kekuatan untuk menyerang kota Yerusalem.

Sultan Nuruddin terus berusaha merebut wilayah-wilayah kekuasaan Perancis di Timur Tengah. Namun ia kemudian disibukkan oleh peperangannya melawan penguasa Muslim di Mesir. Pasukan Salib memanfaatkan situasi ini. Mereka segera bergerak ke kota Ascalon, yang berada di antara Yerusalem dan Mesir, dan merupakan satu-satunya kota yang belum jatuh ke tangan pasukan Salib Perancis. Pada 1153 Pasukan Salib mengepung kota itu selama empat bulan, dan akhirnya berhasil dikuasai pada bulan Juli. Ini adalah kemenangan terbesar pasukan Salib, dan mungkin  kemenangan terakhir, sebab selama satu abad selanjutnya, pasukan salib lebih banyak mengalami kekalahan.

Sementara itu, Nuruddin mulai mendapatkan kemenangan. Pada April 1154 Damaskus jatuh ke tangan Nuruddin tanpa perlawanan. Kini Nuruddin  menguasai wilayah yang luas dan dengan pasukan yang besar. Ia adalah satu-satunya penguasa Muslim yang berpeluang besar mengusir pasukan Salib dari Timur Tengah. Namun, ia kembali disibukkan dengan peperangan menghadapi serangan pasukan Turki dari Utara dan dari pasukan Mesir. Pada saat ini ia sudah lanjut usia. Ia mulai mengurangi peperangan dan lebih banyak berdiam di Damaskus. Akhirnya ia mewariskan kekuasaannya kepada  tokoh yang kelak dikenang sebagai pahlawan Islam terbesar, dan paling ditakuti Pasukan Salib, Sultan Saladin, atau Salahuddin al-Ayyubi. Untuk menghadapi Sultan Saladin inilah Eropa berinisiatif melancarkan Perang Salib Ketiga.
Tahun 1174 adalah titik balik penting bagi Salahuddin. Sultan Nuruddin Zengi wafat, dan Salahuddin mendapat jalan untuk menyatukan dunia Islam. Namun Salahuddin mendapat perlawanan dari sesama penguasa Muslim. Pada 1174 itulah Salahuddin berhasil mengalahkan dua lawan Muslimnya, khalifah di Mosul dan Aleppo, dalam pertempuran di Hamah. Salahuddin kemudian menguasai Mesir, Yaman, Syira, dan Palestina – ini membuatnya menjadi pemimpin terkuat di dunia Islam pada saat itu. Pada 1175 Salahuddin mendapat serangan dari sekte Islam radikal, Hashashin, kelompok yang terkenal dengan keahliannya dalam membunuh tokoh dan penguasa (karena sangat masyhurnya kemampuan anggota Hasashin dalam membunuh, hingga ditakuti baiik oleh penguasa Muslim maupun Eropa, maka kata Hashashin ini diserap ke dalam Bahasa Inggris, “assasin”, yang berarti pembunuhan, biasanya merujuk pada pembunuhan tokoh penting). Salahuddin berhasil lolos dari upaya pembunuhan oleh Hashashin. Salahuddin kemudian menikahi janda Nuruddin, dan dengan demikian ia mampu mengkonsolidasikan kekuasaannya di Syria.

Mulai 1177 Salahuddin mulai melakukan gerakan sistematis untuk mengusir Pasukan Salib dari wilayah timur Mediterania. Dia melancarkan serangan-serangan, meski pada awalnya banyak yang gagal. Pada 1179 dia berhasil mengalahkan Pasukan Frank (Perancis), mengalahkan Jacob. Tetapi gerak maju Salahuddin terhambat kaena muncul pemberontakan dari sesama Muslim. Penguasa Muslim di Mosul dan Aleppo sekali lagi melawan Salahuddin. Pada 1183 Salahuddin mengepung Mosul. Salahuddin sadar bahwa untuk mengontrol situasi, ia harus keluar dari Mesir. Maka dia membangun pusat kekuasaan baru di Damaskus. Pada masa ini Salahuddin menderita penyakit berat (pada 1185 ia pernah hampir meninggal karena penyakitnya itu, dan sejak itu kesehatannya tak pernah pulih seperti sediakala).

Meski kesehatannya buruk, dan mengalami banyak kesulitan, Salahuddin tetap bertekad melakukan jihad melawan Pasukan Salib. Namun sebelumnya ia pernah mengadakan perjanjian damai dengan penguasa Palestina dan Yerusalem. Karenanya ia tak  bisa menyerang tanah suci itu. Namun situasi berubah drastis, setelah perselisihan kekuasaan di Yerusalem mencapai titik genting. Reynald dari Chatillon, yang haus perang, kekuasaan dan korup, sepertinya ingin menguasai Yerusalem. Penguasa Yerusalem saat itu lebih memilih perdamaian dan ini didukung oleh sebagian besar rakyatnya. Karenanya, Reynald harus melakukan sesuatu agar tentara Yerusalem mau berperang, sehingga ia punya peluang untuk menyingkirkan penguasa Yerusalem. Reynald adalah panglima perang yang diberi kekuasaan di wilayah Kerak (selatan Laut Mati) dan mengusai jalur karavan dan rute ziarah dari Syria ke Mesir. Reynald Chatillon, dalam rangka memicu perang, melakukan serangan mendadak ke karavan yang mengangkut suplai makanan untuk Salahuddin di Syiria. Dalam serangan ini Reynald Chatillon menewaskan pengawal karavan dan menyandera saudara perempuan Salahuddin. Mendengar kabar ini, Salahuddin marah, karena tindakan Chatillon melanggar perjanjian damai. Salahuddin minta saudaranya dibebaskan dan menuntut ganti rugi. Tetapi Chatillon menolak tuntutan Salahuddin. Dan ini menjadi alasan bagi Salahuddin untuk mulai bergerak menaklukkan Yerusalem.

Sebelum itu, Salahuddin merasa agak mencemaskan daya juang pasukan Muslim pada khususnya dan umat Muslim pada umumnya.  Sebagai penguasa Islam, tentu saja ia dikelilingi oleh banyak penasihat maupun guru-guru ruhani. Penulis biografi Salahudin, yang juga kawan akrab Salahuddin,  Qadhi Ibn Shaddad, mengisahkan bahwa “Salahudiin sangat memperhatikan para Sufi pada masanya. Salahuddin mendirikan khanaqah (pondok sufi) di Mesir, terutama untuk para sufi miskin yang berdatangan dari seluruh dinia. Ttak hanya itu Salahuddin melayani para ulama sufi, memberi mereka tempat yang pantas, makanan dan minuman setiap hari, mengalokasika n uang 40 dirham setiap tahun untuk menyediakan baju-baju bagi para masyayikh sufi yang  berkunjung.  Salahuddin juga memberi uang bekal bagi para sufi yang ingin bepergian untuk menyebarkan ajaran Tasawuf. Salahuddin juga membangun madrasah yang mengajarkan Fiqh empat mazhab di Mesir. Salahuddin juga berperan penting dalam mengganti ulama Syiah di Universitas Al-Azhar dengan ulama dari kalangan Sunni.  

Setelah mendengar saran dari para guru-guru sufi, dan dari saudaranya, Muzhaffar al-Din yang telah sering melakukan perayaan maulid Nabi, maka Salahuddin mengeluarkan keputusan untuk membangkitkan kembali kecintaan kepada Nabi Muhammad. Sejak 1184 ia menginstruksikan perayaan maulid dilakukan di semua tempat.  Sebagai penguasa haramayn,  Salahuddin menghimbau kepada para haji agar jika kembali ke kampung halaman atau negara masing supaya memberitahukan kepada semua ummat Islam bahwa sejak 12 Rabiul Awal 580 H/1184 M, Maulid Nabi dirayakan dengan berbagai kegiatan yang dapat membangkitkan semangat ummat dan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.

Salah satu agenda yang dilakukan adalah mengundang seluruh ulama dan sastrawan untuk festival menyusun syair dan pujian kepada Rasulullaah -- dan salah satu pemenangnya adalah Syair karya Ja'far al-Barzanji yg tersohor itu. Hampir setahun lamanya kaum muslimin mendengarkan syair-syair indah yang mengisahkan perjalaanan hidup Rasulullah: mulai dari kelahirannya, akhlaknya, perjuangannya, mukjizat2nya dan lain sebagainya. Karena syair-syair itu disusun dari orang-orang yang hatinya dipenuhi oleh Cinta kepada Rasulullaah, efeknya sungguh luar biasa: barokah Rasulullah seolah-olah mengalir melalui syair-syair semacam Barzanji itu. Para pemuda Muslim sadar kembali betapa junjungan mereka adalah pahlawan sejati yang tangguh di segala bidang kehidupan, tangguh dan cakap mulai dari soal urusan rumah tangga, dakwah, akhlak, hingga ke medan perang.  Maka, ribuan pemuda Muslimin mendaftar menjadi tentara Shalahuddin al-Ayyubi. Sejak itu wilayah kekuasaan Shalahuddin semakin luas. Pada 1187, setelah dirasa cukup kuat, Shalahuddin memimpin langsung pasukannya untuk membebaskan Palestina.
Pasukan Muslim
Pada Mei 1187 Salahuddin menyerbu Transjordan. Ia mengumumkan jihad, dan mengumpulkan 30,000 pasukan, juga 12,000 pasukan berkuda, yang didatangkan dari Mesir, Syira dan Mesopotamia. Pada saat yang sama, Guy Lusignan,  Raja Yerusalem, yang menyadari ancaman ini, memanggil semua pasukan di wilayah kekuasaannya, dan mewajibkan semua pria yang mampu untuk ikut berperang. Pasukan Yerusalem juga diperkuat oleh kontingen dari Antioch, Tripoli dan juga para peziarah Kristen yang berada di Yerusalem. Pada bulan Juni, 1200 ksatria Salib, 4000 tentara kavaleri, dan sekitar 14,000 pasukan infantri mendirikan kamp di Saforie, Tiberia. Pada 27 Juni 1187 pasukan Salahuddin menyeberangi Danau Ti beria. Pada 2 Juli Salahuddin mengepung benteng Tiberias. Pasukan Frank yang terkepung meminta bantuan dari pasukan yang berada di Saforie. Terjadi perdebatan di kalangan pemimpin Pasukan Salib, apakah akan  mempertahankan wilayah strategis Saforie, atau membebaskan Tiberia dari kepungan pasukan Salahudidin. Akhirnya diputuskan untuk melindungi Tiberias. Pada 3 Juli pasukan Frank meninggalkan Saforie menuju Tiberias. Persoalan utama  bagi Pasukan Salib adalah akses ke air, sebab air hanya ada di Saforie, Turan dan Hattin; sedangkan pasukan Muslim mudah mendapat air dari danau Tiberias. Saat pasukan Perancis itu sampai di Turan, mereka dikepung oleh pasukan Muslim dan harus bertempur di sepanjang perjalanan. Akhirnya Pasukan Salib sampai di Maskanah dan menginap semalam.  Pasukan Muslim, yang dipimpin langsung oleh Salahuddin mulai bersiap. Pada dini hari 4 Juli, Pasukan Salib bergerak maju sejauh 2 kilometer. Mereka diserang dengan gencar oleh pasukan Salahuddin, dan tertahan di dataran Hattin karena mereka, selain dihujani oleh panah, Pasukan Salib juga kesulitan mendapat air dan diganggu oleh asap yang dihasilkan dari pembakaran semak oleh pasukan Muslim. Pada saat itu kontingen yang dipimpin  oleh Raymond dari Tripoli terpisah dari pasukan utama Salib. Raymond dan pasukan berkudanya merangsek ke utara dan berhasil menembus kepungan Muslim, dan sukses melarikan diri ke danau Tiberias. Namun pasukan Raymond tercerai berai. Kemudian, atas perintah Raja Guy, pasukan infrantri Salib mundur ke dataran tinggi Hattin, namun di sana tidak ada air minum. Pasukan berkuda Frank melakukan serangan hebat ke pertahanan Muslim, namun berhasil dipukul mundur. Pasukan Muslim lalu melakukan serangan sengit ke pertahanan Pasukan Salib. Pertempuran berlangsung dengan dahsyat – dua pasukan saling serang dengan gagah berani. Begitu sengitnya pertempuran  ini hingga sejarah menyebut Pertempuran di Hattin adalah perang yang signifikan dalam sejarah Perang Salib. Menjelang siang pada 4 Juli itu, pasukan Muslim berhasil mendesak Pasukan Salib dan merangsek ke jantung pertahanan Pasukan Franks. Mereka berhasil menerobos sampai ke tenda Raja Guy.

Raja Guy dan Reynald Chatillon berhasil ditangkap hidup-hidup dan dibawa ke hadapan Salahuddin setelah Perang Hattin selesai. Peristiwa pertemuan dua penguasa ini sangat terkenal. Salahuddin menyambut dua tawanan perang itu. Salahuddin dengan ramah menjamu Raja Guy dengan air segar. Ketika Raja Guy hendak membagi air itu kepada Reynald Chatillon, Salahuddin mencegahnya. Salahuddin menjamin keselamatan Raja Guy, tetapi ia tidak mengampuni Reynald Chatillon yang mengkhianati perjanjian dan menyandera saudara perempuannya. Reynald dibawa keluar dari tenda Salahuddin, dan Salahuddin sendiri yang memenggal kepala Reynald.
Akhir dari Kerajaan Yerusalem
Kemenangan Salahuddin dalam Pertempuran Hattin menjadi titik balik penting dalam sejarah Perang Salib. Salahuddin telah menyapu hampir semua tentara Kristen Yerusalem. Ia terus bergerak ke Yerusalem tanpa banyak perlawanan, dan menaklukkan kota-kota yang dilaluinya. Salahuddin hanya mendapat perlawanan sengit saat hendak menaklukkan Tripoli, Antioch dan Tyre. Akhirnya, Yerusalem berhasil ditaklukkan tanpa banyak perlawanan pada 2 Oktober 1187. Tetapi Salahuddin tidak melakukan pembantaian massal. Ia mengampuni sebagian besar warga Yerusalem dan sebagian lagi dijadikan tawanan untuk tebusan, dan sebagian  dijual sebagai budak.Kristen Eropa tentu saja terkejut sekali dengan kabar ini. Paus Gregory VIII akhirnya mengeluarkan seruan untuk melakukan Perang Salib Ketiga. Bangsa Eropa merespon ajakan ini dengan semangat. Pasukan Salib diorganisasikan. Para relawan perang berdatangan dari Tyre, Tripoli, Inggris, Flanders, Perancis,  Jerman, Hungaria, dan Denmark. Pasukan pertama berangkat ke Yerusalem pada 11 Mei 1189, dipimpin oleh “Si Janggut Merah” Frederick Barbarossa, Kaisar Romawi, yang merasa yakin bahwa Perang Salib Ketiga akan menjadi puncak dari karirnya sebagai penguasa yang pernah mendominasi Eropa. Tetapi pasukan ini mengalami kesulitan menembus wilayah Asia Kecil. Mereka disepanjang jalan mendapat serangan dari pasukan Turki dan banyak yang tewas karena kelaparan atau kehausan. Situasi sangat  buruk bagi Pasukan Salib, sehingga banyak yang menderita depresi. Saat Frederic sampai di tepi sebuah sungai, Frederick terjun ke dalam sungai dan tewas tenggelam. Pasukan pertama ini akhirnya  bubar dan sebagian pulang. Kini, pimpinan Eropa untuk Perang Salib Ketiga tinggal di tangan dua Raja Eropa, Raja Philip dari Perancis, dan Raja terkenal yang menjadi lawan paling tangguh bagi Salahuddin, yakni Raja Richard “Berhati Singa” (Lionheart).
Richard the Lionheart (Kingdom of Heaven)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar