Minggu, 18 Agustus 2013

Sinopsis I give my first love to you part 2

Bagian sebelumnya . . .

Takuma mengaku pada Mayu bahwa ia berciuman dengan Teru, teman masa kecilnya sesama penderita kelainan jantung. Mayu yang mengetahui hal ini tentu saja kesal. Akhirnya Mayu dan Takuma pun putus.

Selepas putus malam itu, Mayu dan Takuma tidak lagi bertegur sapa. Bahkan saat Kou seperti biasa menggoda Mayu, Takuma tidak lagi ambil pusing. Ia ingin benar-benar melepaskan Mayu.
Mayu seperti biasa berlatih panahan di ruang latihan. Berkali-kali menarik busur panah, tapi tidak satupun anak panahnya yang mengenai sasaran. Mayu masih terluka oleh keputusan Takuma untuk putus. Ia kehilangan konsentrasi melakukan apapun.
Takuma kembali bolos sekolah. Kali ini ia datang ke rumah sakit untuk menemui Teru. Sampai di ruangan Teru, betapa kagetnya Takuma karena Teru tidak ada. Tempat tidurnya sudah bersih dan name-tag di ujung ranjang juga sudah kosong.
“Maaf, dimana nona Uehara Teru yang ada disini?” Tanya Takuma pada seorang perawat yang sedang beres-beres disana.
“Oh dia, semalam dia meninggal. Serangan jantung tiba-tiba, dan tidak ada lagi yang bisa dilakukan,” jawab si perawat.


Takuma meninggalkan ruangan itu. Ia beranjak keluar rumah sakit. Berita mengagetkan ini tentu saja berefek pada Takuma. Ia terkena serangan jantung. Sambil menahan sakit, Takuma bersandar pada pagar besi. Susah payah Takuma bernafas, ia duduk menatap langit lalu menggumamkan nama Mayu.
Kou menyusul Mayu yang tengah berada di ruang latihan panahan. Ia masih saja berkeras membujuk Mayu untuk menjadi kekasihnya. Kou tahu kalau Mayu dan Takuma sudah putus.
“Sudah ada seseorang dalam hatiku. Dan itu . . . tidak akan berubah!” Mayu mencoba melepaskan Kou yang berusaha memeluknya.
Kou yang di dorong Mayu terjatuh di lantai. Ia kaget dengan sikap keras kepala Mayu. Kou lalu bangun dan tersenyum. Ia tahu, tidak mudah memenangkan hati seorang Mayu yang sudah terlanjur sangat mencintai Takuma.
Takuma kembali ke sekolah. Ia menemui Kou di kelasnya dan menantangnya.
“Kau menantangku? Kau begitu pucat,” cibir Kou.
“Lari sprint 100m,” ujar Takuma tegas.
“Kenapa aku harus membantumu bunuh diri?” Kou beranjak meninggalkan Takuma. Ia menganggap permintaan Takuma ini hanya main-main.
“Kalau aku kalah, Mayu adalah milikmu. Tetapi jika Aku menang, jangan pernah dekati dia lagi. Jangan berbicara dengannya, bahkan menemuinya,” ucap Takuma.
Kou berbalik mendengar ucapan Takuma. Ia menatap Takuma dengan tatapan tajam. Kou akhirnya setuju untuk menerima tantangan Takuma, lari sprint 100m. Dengan bantuan salah seorang anak lain, mereka melakukan pertandingan ini di halaman sekolah. Bagi Kou yang terbiasa olahraga, bukan hal sulit mengalahkan Takuma yang tidak pernah olahraga. Awalnya Takuma tertinggal, tapi tekad kuat dalam hatinya membuat Takuma perlahan berhasil menyusul Kou, dan Takuma . . . memenangkan perlombaan itu.
Takuma telentang di halaman. Ia tersenyum senang menikmati kemenangannya. “Mayu, kekasihku. Aku tidak akan mati, karena janji adalah janji,” ucap Takuma dalam hati.
Suara lemparan kerikil dari luar jendelanya membuat Mayu dan temannya terpaksa melihat keluar. Ternyata disana ada Takuma yang menunggunya.
“Hai, Yuiko,” Takuma menyapa teman sekamar Mayu. “Mayu, mari kita pergi kencan di bawah bulan,” pinta Takuma tanpa basa basi.
“Aku pikir kita putus . . .” ucap Mayu lirih.
“Tidak. Kapan?” Takuma tidak peduli.
“Jangan mempermainkanku!” bentak Mayu kesal.
“Ayolah, sekali-sekali kita kencan malam hari berkeliling sekolah,” rengek Takuma.
Takuma dan Mayu akhirnya kencan malam itu. Mereka jalan-jalan keliling sekolah, hingga akhirnya keduanya berhenti di ruang latihan klub panahan. Takuma mencoba memanah, sementara itu Mayu disisinya mengajarinya.
“Mayu, ayo kita melakukannya,” pinta Takuma kemudian. “Sebagai hadiah bagi pemenang.”
“Huh? Hadiah untuk menang apa?” balas Mayu
“Sebuah penghargaan untuk hidup,” ucap Takuma mulai mendekati Mayu.
Mulanya Mayu menolak, karena lagi-lagi ia takut terjadi apa-apa pada Takuma. Tapi akhirnya Mayu menyerah. Dan . . . terjadilah yang seharusnya terjadi.
Hari berikutnya . . .
Takuma kembali hendak bolos sekolah, tapi ketahuan oleh Mayu. Ternyata Takuma berniat untuk mengunjungi makam Teru. Mayu pun memutuskan untuk ikut dengan Takuma. Tanpa mereka sadari, ternyata ada orang lain yang juga sedang duduk di pagar itu, Kou.
“Yo, Takuma,” sapa Kou.
“Apa yang kamu lakukan?” Mayu dan Takuma heran melihat Kou ada disana.
“Aku sekarang punya pacar di luar sekolah. Dia adalah seorang pelajar perguruan tinggi. Aku tidak bisa beriklan bahwa aku punya pacar seksi. Jadi Aku pergi untuk melakukan hal-hal seksi dengan dia. Setelah semua, Aku tidak bisa melakukannya di sekolah,” jawab Kou.
“Kenapa kau mengatakannya pada kami?” Tanya Takuma heran.
“Kau dan Putri (Mayu) berbeda. Aku masih mencintaimu, Putri. By the way, Takuma. kenapa kita tidak menjadi teman? See you,” ucap Kou lalu beranjak pergi meninggalkan Mayu dan Takuma yang masih melihatnya dengan tatapan penuh tanya.
Kou menemui kekasihnya yang ada di luar sekolah. Ketika hendak pulang, Kou asyik memainkan ponselnya sehingga tidak memperhatikan tanda jalan. Suara alarm peringatan kalau akan ada kendaraan yang lewat berbunyi. Kou mempercepat jalannya dan berusaha menyeberang. (jangan ditiru ya . . . udah tahu lampu menyala kuning, eh malah tancap gas)
Tiba-tiba dari arah lain seseorang dengan sepeda melaju kencang di depan Kou. Kou yang kaget tentu saja menghentikan langkahnya. Ia berhenti tepat di tengah jalan, dan sebuah truk dengan kecepatan tinggi melintas . . .
Dokter Taneda menemui Takuma dan kedua orang tuanya. Ia mengatakan kalau ada seorang anak yang mengalami kecelakaan. Ia mengalami kelumpuhan otak. Di sakunya ditemukan kartu donor organ. Keluarga si korban kecelakaan setuju anak mereka mendonorkan organ tubuhnya. Karena golongan darah dan yang lainnya sesuai dengan Takuma, maka donor akan diberikan pada Takuma. Takuma dan keluarganya tentu saja sangat senang. Untuk mempersiapkan transplantasi organ, mulai malam ini Takuma langsung menginap di rumah sakit.
Mayu ternyata juga berada disana. Keluar dari kamar Takuma, Mayu bertemu teman-teman satu sekolahnya. Mereka mengatakan pada Mayu kalau Kou mengalami kecelakaan dan saat ini mengalami kelumpuhan otak. Insting Mayu berputar pada berita yang tadi disampaikan oleh ayahnya kepada keluarga Takuma.
Mayu menemui ayahnya. Ia minta penjelasan pada ayahnya mengenai si pendonor ini. Tapi dokter Taneda, ayah Mayu berkeras kalau ini bukanlah urusannya. Mayu sedih, karena baru hari ini ia dan Takuma bisa berdamai dengan Kou.
Sementara itu, keadaan tampak kontras di ruang keluarga Takuma dan Kou. Kou yang koma tubuhnya dipenuhi berbegai alat kedokteran. Kou ditemani ibu dan kakeknya. Sementara Takuma, ia tengah berceloteh riang bersama ayah dan ibunya di ruangan lain. Mayu yang melihat itu semua hanya bisa menatap dengan sedih.
Di ruangan Kou, anak-anak teman sekolahnya menjenguk Kou. Mereka prihatin dengan apa yang terjadi pada Kou.
Mayu juga datang. Tapi ia tidak berani masuk. Mayu hanya menatap dari luar pintu, melihat Kou yang tidak sadarkan diri. Ibu Kou menyadari ada yang memperhatikan dari luar ruangan. Saat tahu Ibu Kou mengetahui keberadaannya, Mayu buru-buru menyingkir.
Sekelompok anak-anak lain juga datang. Mereka berniat menjenguk Kou. Tapi perawat salah menunjukkan kamar, sehingga anak-anak itu nyasar ke kamar Takuma.
“Dia benar anak SMA Shido, tapi bukan dia yang kita maksud. Dimana sih kamar Kou?” keluh anak-anak itu menemukan si penghuni kamar bukanlah Kou yang mereka cari.
Takuma tertegun mendengar percakapan teman-temannya itu. Ia bepikir. Takuma kemudian berlari keluar ruangan. Ia berniat mencari tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi. Di tangga, Takuma bertemu dengan Mayu. Mereka lalu bicara berdua di atap rumah sakit.
“Kau tahu? Ayahmu juga?” cecar Takuma.
“Aku tidak tahu. Ini hanya suatu kebetulan,” sanggah Mayu.
“Jangan berbohong padaku!” gertak Takuma. “Ini mungkin kesempatan terakhirku. Tapi aku tidak mau. Aku tidak mau mengambil jantung seorang TEMAN untuk bertahan hidup.”
“Tapi . . . “
“Jangan katakan apa-apa lagi. Kau dan ayahmu tidak mengerti. Apa artinya mati. Bagaimana menakutkan itu. Ini adalah sama untuk Kou juga. Apa artinya hidup? Apakah Aku harus mengambil hati teman untuk hidup lebih lama? Aku tidak menginginkan hal itu,” tegas Takuma.
Takuma ngambek di kamarnya. Ia berkeras tidak mau mendapatkan transplantasi jantung. Hal ini tentu saja membuat ibunya keheranan.
“Takuma, kenapa kamu tiba-tiba tidak mau mendapat transplantasi jantung? Ada apa denganmu?” Tanya ibunya.
Di ruangan lain, ibu Kou masih saja setia menunggunya. Tiba-tiba jari Kou bergerak, tentu saja ibunya sangat senang. Ia mengatakannya pada dokter Taneda, seolah mendapat harapan atas hidup Kou. Tapi dokter Taneda mengatakan itu tidak mungkin. Kalau yang terjadi itu hanya reflek tulang belakang saja. Ibu Kou menatap anaknya itu dengan sedih.
Dokter Taneda mendatangi Takuma dan keluarganya. Ternyata keluarga Kou membatalkan persetujuan donor organ mereka. Tentu saja ini membuat syok ayah dan ibu Takuma.
“Sudahlah yah. Aku akan bertahan. Lalu aku bisa pergi sekarang, kan? Aku ingin kembali ke sekolah,” Takuma mencoba meyakinkan kedua orang tuanya itu.
Takuma kembali ke sekolah. Esoknya, keadaan Takuma tidak terlalu baik. Ia bahkan kembali bolos sekolah untuk istirahat di kamarnya. Malamnya, keadaan Takuma memburuk. Ia terkena serangan jantung tiba-tiba dan terpaksa harus dibawa ke rumah sakit. Mayu yang setia menemaninya hanya bisa memandang sedih melihat ayahnya, dokter Taneda mencoba menyelamatkan Takuma. Detak jantung Takuma kembali, tapi ia masih belum sadar.
Mayu yang putus asa mendangangi tempat Kou dirawat. Ia memohon pada orang tua Kou agar tidak membatalkan persetujuan donor sebelumnya, “Aku mohon! Aku mohon! Tolong berikan jantung Kou pada Takuma. Aku tahu aku egois. Tapi, Takuma sedang sekarat. Tolong, berikan jantung Kou. Tolong selamatkan Takuma. Aku mohon!” Mayu berlutut di kamar Kou.
“Mayu, hentikan itu!” dokter Taneda menyusul Mayu dan berusaha menghentikan ulah putrinya itu.
“Aku dengar, gadis muda.Tapi, kita tidak bisa hanya berkata, "Ya." Hari ini jari Kou bergerak. Meski dokter mengatakan itu hanya reflex, tapi bagi kami itu harapan. Keajaiban mungkin terjadi. Mungkin dia akan bangun. Jadi, kami tidak mungkin menghancurkan harapan itu. Tolong mengertilah,” pinta ibu Kou kemudian.
Takuma masih belum sadarkan diri. Ia ditemani kedua orangtuanya. Sementara itu Mayu menangis di depan kamar Takuma.
Dewa empat daun semanggi, apa artinya hidup? Mayu menangis lagi. Aku mohon, sebentar saja. Tolong beri aku sedikit lebih banyak waktu. Pinta Takuma dalam alam bawah sadarnya.
Paginya, Mayu masuk ke kamar Takuma. Betapa kagetnya ia karena ranjang Takuma kosong. Seseorang kemudian muncul dari kamar mandi telah berpakaian rapi, Takuma.
“Tunggu sebentar, Aku akan bersiap-siap,” ujar Takuma.
“Takuma?” Mayu heran karena Takuma sudah bangun.
“Ini adalah kesempatan kita. Ayah dan ibu menemui dokter Taneda untuk memberitahukan keadaanku. Ayo kita pergi,” ajak Takuma.
“Kemana?”
“Untuk bulan madu kita. Sepertinya langit cerah hari ini. Jadi ke mana kita pergi?”
“Takuma, dengarkan aku . . . “ pinta Mayu.
“Oh, tutup mulut. Aku baik-baik saja, bahkan lebih baik dari biasanya. Di mana kita pergi pada bulan madu kita?” Tanya Takuma kemudian.
“Tapi kita tidak bahkan belum menikah,” elak Mayu.
“Ah jangan pedulikan itu. Aku akan membawa kamu ke mana pun kamu inginkan,” ucap Takuma sumringah.
Takuma dan Mayu ternyata datang ke taman bermain. Mereka menjajal berbagai wahana di taman itu. Takuma dan Mayu juga datang ke pantai. Hari itu mereka benar-benar bersenang-senang.
Puas bermain di taman bermain, Takuma dan Mayu menuju bukit tempat dulu mereka bermain semasa kecil. Mereka duduk bersama, dan Mayu menyandarkan kepalanya ke pundak Takuma.
“Hari ini menyenangkan, kita akan melakukan ini lagi, kan?” ujar Mayu.
Takuma terdiam oleh pertanyaan Mayu, “Mayu, kita bersenang-senang, bukan?”
Mayu tersenyum di pundak Takuma. Takuma kemudian mengeluarkan sebuah amplop lusuh dari sakunya. “Will”—warisan—ternyata itu adalah amplop yang ia buat semasa kecil dulu. Takuma memberikannya pada Mayu.
“Ayo kembali,” ajak Takuma kemudian.
Takuma dan Mayu kembali ke rumah sakit. Keadaan Takuma kembali drop. Orang tua Takuma tentu saja marah besar. Mereka menyalahkan Mayu atas apa yang terjadi pada Takuma.
Dokter Taneda dibantu para perawat mencoba menyelamatkan Takuma yang kolaps. Beberapa proses dan prosedur dilakukan. Dokter Taneda berusaha sekuat tenaga. Tapi . . . takdir berkata lain. 6 lewat 26 menit, Takuma menghembuskan nafas terakhirnya.
“Saya sangat menyesal, maaf,” ucap dokter Taneda pada kedua orang tua Takuma.
Ayah dan ibu Takuma hanya bisa menatap sedih ke arah tubuh putra mereka satu-satunya itu. Sementara itu Mayu yang berada di luar melihat semuanya. Ia menahan air matanya. Saat dokter Taneda keluar, dan bertemu putrinya disana, Mayu tidak mengatakan apapun pada ayahnya. Mayu beranjak pergi dengan sejuta kesedihannya.
Mayu menuju atap rumah sakit tempat ia biasa bermain bersama Takuma dulu. Mayu yang lemas bersandar di pagar. Ia mengeluarkan amplop yang tadi diberikan Takuma padanya, dan mulai membaca surat di dalamnya.
Dear semua orang yang Aku cintai.
Berbahagialah meski aku sudah tidak ada.
Mayu menangis membaca surat peninggalan Takuma itu. Ia mendekap erat surat Takuma di dadanya.
Dokter Taneda berjas rapi. Ia kemudian duduk di sebuah bangku taman. Tatapannya menuju menara sebuah gereja di depannya.
Mayu telah rapi berpakaian pengantin. Ia mendekap erat abu Takuma di dadanya.
Takuma, impian kita telah menjadi kenyataan. Ini adalah tentang waktu. Jadi kehidupan kita yang lebih lengkap dari yang lain, kan? Takuma, hidup begitu sedih. Tapi Takuma, aku tidak pernah menyesal bertemu denganmu dan jatuh cinta padamu. Kalau kita bertemu lagi, aku pasti akan jatuh cinta dengan kamu lagi.
Flash back kembali ke masa kecil.
Takuma dan Mayu pertama bertemu ketika Mayu berniat mengerjai perawat kepala dengan mengotori bangku taman. Tapi tanpa tahu apa-apa, malah Takuma yang terkena kejahilan Mayu itu. Mayu kemudian meminta Takuma untuk membalasnya.
“Sekarang kau mau memaafkanku kan? Siapa nama kamu?” Tanya Mayu.
“Takuma Kakinouchi.”
“Aku Taneda Mayu.”
“Mayu-chan!” Takuma senang mendapat seorang kawan. End.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar