Kiri ke kanan: Scar, Julie, Ai, Hampnie |
Basic Information: http://anidb.net/perl-bin/animedb.pl?show=anime&aid=9482
Ngelantur Sebentar:
神さまのいない日曜日; Kamisama no Inai Nichiyoubi; Disingkat Kaminai.
Literally, arti dari judul animenya adalah "Hari Minggu Tanpa Tuhan". Judul terdengar berbau kristen, tapi saya tetap menikmati anime ini. Hiraukan judulnya!
Meski judulnya SARA banget, tapi secara keseluruhan nggak ada yang menohok dan menyinggung agama tertentu secara kasar. So, keep calm and stay on your monitor.
Nah, kenapa dengan judul yang demikian saya tetep keukeuh untuk nonton? Ada 2 alasan:
1. Loli. Ai-chaaaannn #plak
2. Saya mendeteksi something unique. Dan saya benar!
Sinopsis:
15 tahun yang lalu, "Tuhan" (Atau dewa tepatnya) meninggalkan dunia pada hari "Minggu" (Kenapa? Entahlah!) . Hasilnya, tidak ada lagi yang namanya kelahiran dan kematian. Karena itu, "Tuhan" memberikan manusia-manusia berkemampuan khusus yang disebut sebagai gravekeeper (Japanese: 墓守 --- hakamori) yang berfungsi untuk mendatangkan "kematian" bagi orang-orang yang seharusnya sudah mati. Caranya? Dikubur lah!
Ai, seorang gravekeeper berumur 12 tahun yang tinggal di satu desa kecil, sudah mempersiapkan 47 liang kubur bagi warga desa tempat dia tinggal. Yah, kalo sewaktu-waktu udah waktunya untuk "mati" bagi mereka. Jadi tinggal dikuburin aja.
Nah, tiba-tiba datanglah seorang cowok yang mengaku bernama Hampnie Hambart dan bertanya beberapa hal pada Ai. Ternyata, nama "Hampnie Hambart" ini adalah nama yang sempat diberitahu olehibunya Ai (Hana) yang telah "meninggal" beberapa waktu lalu... sebagai nama dari ayahnya Ai.
NB: Saya akan konsisten menyebut gravekeeper dan tidak menerjemahkannya ke bahasa Indonesia. (ya kali ditulis "penggali/tukang gali kubur"... jelek banget kayaknya =__=")
Review:
Seperti yang udah saya katakan di bagian "Ngelantur Sebentar", saya mendeteksi something unique di anime ini. Apakah hal tersebut? (minna-san, sorry for the spoilers m(_ _)m )
Pertama, lolinya. Yap, Ai Astin.
Apa yang unik dari dirinya? Karakterisasi. Selain profesi yang kurang wajar untuk seorang cewek 12 tahun (loli assassin, magician, knight, swordsman, angel, demon, dst sih udah umum), perilakunya juga JAUH dari perkiraan saya. Ketika baca sinopsisnya untuk pertama kali, saya kira Ai ini adalah sejenis manusia khusus yang bakal "menguburkan paksa" orang-orang yang seharusnya sudah mati, dengan cara yang seru dan ajaib. Tapi... no, it is not. Jujur aja, saya suka kelakuannya di anime ini, yang tetap sesuai untuk anak 12 tahun tapi nggak annoying. Tetap cheerful rada-rada naif gitu, meski punya tanggung jawab besar sebagai gravekeeper. Dan juga bajunyaaaa hyaaaaa lucuuuu ~!@#$%^&*()_+ #sedap
Sekali lagi, JAUH dari bayangan saya. Saya sempet mengira kalau anime ini akan berplot linear-sesekali-flashback dengan gamparan konklusi yang *klik* (misal, menemukan cara untuk "memperbaiki" dunia), ternyata bukan. Anime ini dapat dikatakan slice of life (atau tepatnya slice of half-life half-dead...),yaitu menceritakan bagaimana Ai (dan party) menjalani hidup di dunia yang teralterasi, dengan beberapa blok story arc. Dapat saya bilang agak-agak nyerempet meski gak mirip-mirip banget dengan sebuah light novel yang judulnya Tabi ni Deyou, Horobiyuku Sekai no Hate Made, yang berfokus pada "perjalanan hidup" dibanding "penyelesaian masalah".
Ketiga, faktor pamungkas yang membuat Kaminai tergolong unik adalaaahhh... *JRENG JRENG* (iklan dulu ya... wkakakkakak XD)
Gue Hampnie Hambart, bokapnya Ai. Gue jago maen pistol. Dan yang terpenting, gue ganteng. |
...atmosfernya.
Dan ini adalah satu hal yang nyeleneh dibanding anime-anime yang pernah saya tonton. Berbeda dengan kebanyakan review sebelumnya dimana animenya menonjolkan plot atau development dari karakter-karakter, permainan suasana adalah poin sentral di sini, sebagai faktor "pengendali" karakter-karakternya. Cukup langka saya menemui anime yang demikian.
Akan coba saya deskripsikan sedikit mengenai atmosfer tiap arc-nya.
Akan coba saya deskripsikan sedikit mengenai atmosfer tiap arc-nya.
Story arc pertama, "The Valley of Death", di desa kelahirannya Ai. Saya disuguhkan suasana agak ngeri dan bikin saya nahan nafas di awal, lalu sedikit penjelasan tentang perginya "Tuhan". Kemudian kebanting 180 derajat menjadi agak-agak damai dan anget. Lalu... dibikin thrilling lagi. TERUSSSSSS... saya diberikan sesuatu yang terlalu mengejutkan di episode 3 alias akhir arc. Cukup sedih, nyaris membuat saya nangis (nyaris!).
Arc berikutnya, "Ortus", juga menghadirkan sensasi yang nggak kalah breathtaking. Jantung saya seketika bernyanyi lebih cepat begitu dijelaskan mengenai deskripsi kota Ortus yang isinya orang mati semua. Ditambah lagi sewaktu diberitahu kalo ada rahasia besar mengenai kota tersebut... saya makin dag dig dug! Apalagi episode terakhir arc, membuat saya bergidik. Secara keseluruhan bukan ketakutan, tapi ada sesuatu yang mendorong saya untuk terus merinding dan deg-degan.
Arc berikutnya, "Ortus", juga menghadirkan sensasi yang nggak kalah breathtaking. Jantung saya seketika bernyanyi lebih cepat begitu dijelaskan mengenai deskripsi kota Ortus yang isinya orang mati semua. Ditambah lagi sewaktu diberitahu kalo ada rahasia besar mengenai kota tersebut... saya makin dag dig dug! Apalagi episode terakhir arc, membuat saya bergidik. Secara keseluruhan bukan ketakutan, tapi ada sesuatu yang mendorong saya untuk terus merinding dan deg-degan.
Next, "Goran Academy", 2 episode di suatu sekolah. Bagi saya ini adalah arc terlemah, tetapi nggak membuat saya menyangkal kalo awal-awalnya cukup membuat bertanya-tanya. Apalagi kehadiran 2 karakter baru yang misterius...
Satu episode aja, "The Birthplace of Gravekeepers". Meski cuma 1 episode, tapi berhasil menciptakan aura hampir sama dengan arc Ortus. Yep, bikin nahan nafas! Latar tempatnya amat sangat sesuai, inilah yang membuat arc ini menggigit meski pendek. Di sini juga sedikit djielaskan bagaimana paragravekeeper itu bisa 'lahir'.
Terakhir, "Class 3-4". Lagi-lagi Ai masuk sekolah, tetapi di tempat lain. Dari awal arc udah diceritain apa tujuan dari arc ini, sehingga saya bisa menikmati sense of foreboding yang diolah dengan baik. Meski ada beberapa infodump, tapi itu gak menghalangi saya untuk meresapi arc terakhir ini (iyalah, saya kan seneng infodump :P). Dan diakhiri dengan twist yang lumayan kurang ajar... XD~
Honestly, saya cuma bisa... wow. Tiap arc sukses membuat saya lupa berpikir tentang plot dan sebagainya, hanya karena atmosfernya! Hebatnya lagi, pengolahan anime ini tidak mengabaikan sifat-sifat para karakternya yang diungkap dengan jelas.
Suasana yang breathtaking tersebut tidak lengkap jika tidak didukung oleh 2 hal: musik dan animasi.
Saya ke musik dulu. Ini adalah pendukung utama. Openingnya, Birth by Eri Kitamura, gila keren (saya nyanyiin hampir tiap hari!). Nggak lupa juga menyebutkan kalo penampilannya mbak Eri di bookletsingle-nya membuat saya jatuh hati... halah. Endingnya, Owaranai Melody o Utaidashimashita by Mikako Komatsu, sukses membuat ujung tiap episodenya terasa misterius, dengan trik overlap-nya yang menyisipkan sedikit awal lagu ketika episode masih berjalan.
Saya ke musik dulu. Ini adalah pendukung utama. Openingnya, Birth by Eri Kitamura, gila keren (saya nyanyiin hampir tiap hari!). Nggak lupa juga menyebutkan kalo penampilannya mbak Eri di bookletsingle-nya membuat saya jatuh hati... halah. Endingnya, Owaranai Melody o Utaidashimashita by Mikako Komatsu, sukses membuat ujung tiap episodenya terasa misterius, dengan trik overlap-nya yang menyisipkan sedikit awal lagu ketika episode masih berjalan.
Dan... tebak apalagi? BGM! Yes, background music!
Cukup tambahkan suara seorang cewek yang bernyanyi ala chanting (karena demikian adanya di anime), BGM ini menjadi amat sangat nonjok untuk mendukung atmosfer Kaminai!
Animasi? Tergolong awesome untuk tahun 2013. Artwork untuk karakter cewek, cute. Serius, saya suka banget sama artwork 3 cewek utama yg muncul di sini: Ai, Ulla, sama Dee. Panorama dalam anime berhasil digambarkan dengan indah dan cukup menggugah, apalagi pas di desanya Ai dan kota Ortus. Efek kabut-kabut yang kadang muncul juga berhasil membuat saya berdecak kagum... dan sukses menguras pikiran saya sebanyak 1000x mengenai sebenernya kabut apakah itu ~!@#$&*()_+!!!!
Last but not least, ini adalah kekuatan lain dari Kaminai selain uniqueness-nya.
Dari sinopsis mungkin udah ada yang coba-coba menerka apa yang akan saya tuliskan. Betul, tentang kematian itu sendiri.
Di dunia yang normal, seseorang yang mati ya udah nggak gerak, nggak nafas, nggak bisa melanjutkan hidup. Berbeda total dengan apa yang ada di anime ini, dimana orang matipun masih bisa menunjukkan tanda-tanda kehidupan, bahkan ketika tubuhnya udah mulai membusuk. Orang-orang yang telah mati di anime ini diceritakan malah dapat menolak "kematian paksa" yang dibawa oleh para gravekeeper. Yes, they want to live ever more.
Pertanyaannya, bagaimana jika kita diperhadapkan dengan kondisi dunia yang demikian?
Apakah kita masih bisa seperti Ai, yang tetap optimis dan memandang kalo dunia masih bisa diselamatkan?
Atau seperti Hampnie, yang menolak keras eksistensi orang-orang mati tersebut?
Atau Ulla, yang menerima semuanya tanpa basa-basi dan keraguan?
Atau... penduduk kelas 3-4, yang malah memilih lari dari kenyataan dunia?
Idealisme masing-masing karakter mengenai dunia yang aneh dan persepsi mereka tentang kematian dituangkan dengan cara yang dalem namun mudah dimengerti. This anime brings death into a whole new level of concept and imagination.
Terlepas dari semua yang bagus-bagus di atas, harus saya katakan kalau Kaminai bukanlah anime sempurna. Ada beberapa kelemahan yang saya sadari ketika selesai menonton episode 12-nya kemarin.
Pertama, sumber adaptasinya. Berhubung anime ini adalah hasil adaptasi light novel yang belum tamat sebelum tayang (7 volume rilis sewaktu animenya belum ongoing, volume 8 ketika ongoing), maka endingnya gak punya konklusi yang *klik*. Konon katanya juga, adaptasi animenya memotong cukup banyak bagian dari light novel. Karena itulah di beberapa episode saya merasa pace-nya kecepetan, kurang sesuai untuk anime dengan suasana seperti ini.
Kedua, plot. Agak melenceng dari premis awal! Dalam cerita, Ai memang punya tujuan untuk menyelamatkan dunia yang ini, tetapi ending arc-nya malah melakukan substitusi, menyebabkan Ai menyelamatkan dunia yang lain... dan ini cukup mengganggu buat saya. Apakah di light novel akan diceritakan sampe tuntas atau nggak tentang tujuan awal Ai tersebut, saya gak tau (dan gak bisa cari tahu... Baka-Tsuki, please translate the light novel faster. Gue gak bisa baca kanji banyak-banyaaakkk (T__T) ).
Ketiga, plothole. Banyak pertanyaan tentang segala sesuatu di anime ini yang belum terjawab atau tidak diceritakan secara jelas. Gimana masa lalunya Hampnie, gimana bisa ibunya Ai a.k.a. Hana punya sifat yang beda jauh dari kebanyakan gravekeeper, gimana Ortus bisa dibangun, gimana caranya malah makin banyak miracle di dunia tersebut (selain gravekeeper! Ini membingungkannn), gimana kelanjutan perjalanannya Ai, dst dst dst...
Keempat, ABUSE!!!! Ai-chan di-abuse sama bapaknya sendiriiii AAAAAAAGGGHHH!! Beberapa sceneketika Ai ditonjok sama Hampnie bener-bener bikin saya nyaris gigit mouse untuk melampiaskan kekesalan!! Please deh, saya ini gak tahan ngeliat karakter anak kecil disakiti... *hiks* (T__T)
Dan sebaiknya segera saya akhiri review ini sebelum tambah kesel karena inget lagi adegan abuse-nya...
Rating:
8.8/10 (A rank) untuk Kamisama no Inai Nichiyoubi karena atmosfer stoic-nya, philosophy of death-nya, musik-musik yang super, dan artwork yang menggugah.
Direkomendasikan untuk para penonton yang mencari anime yang unik dan tidak biasa, namun tetap memberikan sesuatu yang mendalam dengan cara yang tidak terlalu rumit.
Welcome to Ortus, city of the dead. Tapi kok bagus bener ya? (O__O) |
Last but not least, ini adalah kekuatan lain dari Kaminai selain uniqueness-nya.
Dari sinopsis mungkin udah ada yang coba-coba menerka apa yang akan saya tuliskan. Betul, tentang kematian itu sendiri.
Di dunia yang normal, seseorang yang mati ya udah nggak gerak, nggak nafas, nggak bisa melanjutkan hidup. Berbeda total dengan apa yang ada di anime ini, dimana orang matipun masih bisa menunjukkan tanda-tanda kehidupan, bahkan ketika tubuhnya udah mulai membusuk. Orang-orang yang telah mati di anime ini diceritakan malah dapat menolak "kematian paksa" yang dibawa oleh para gravekeeper. Yes, they want to live ever more.
Pertanyaannya, bagaimana jika kita diperhadapkan dengan kondisi dunia yang demikian?
Apakah kita masih bisa seperti Ai, yang tetap optimis dan memandang kalo dunia masih bisa diselamatkan?
Atau seperti Hampnie, yang menolak keras eksistensi orang-orang mati tersebut?
Atau Ulla, yang menerima semuanya tanpa basa-basi dan keraguan?
Atau... penduduk kelas 3-4, yang malah memilih lari dari kenyataan dunia?
Idealisme masing-masing karakter mengenai dunia yang aneh dan persepsi mereka tentang kematian dituangkan dengan cara yang dalem namun mudah dimengerti. This anime brings death into a whole new level of concept and imagination.
Aku akan mengubur kalean semua! #eh #ngaco #salahsubtitle |
Terlepas dari semua yang bagus-bagus di atas, harus saya katakan kalau Kaminai bukanlah anime sempurna. Ada beberapa kelemahan yang saya sadari ketika selesai menonton episode 12-nya kemarin.
Pertama, sumber adaptasinya. Berhubung anime ini adalah hasil adaptasi light novel yang belum tamat sebelum tayang (7 volume rilis sewaktu animenya belum ongoing, volume 8 ketika ongoing), maka endingnya gak punya konklusi yang *klik*. Konon katanya juga, adaptasi animenya memotong cukup banyak bagian dari light novel. Karena itulah di beberapa episode saya merasa pace-nya kecepetan, kurang sesuai untuk anime dengan suasana seperti ini.
Kedua, plot. Agak melenceng dari premis awal! Dalam cerita, Ai memang punya tujuan untuk menyelamatkan dunia yang ini, tetapi ending arc-nya malah melakukan substitusi, menyebabkan Ai menyelamatkan dunia yang lain... dan ini cukup mengganggu buat saya. Apakah di light novel akan diceritakan sampe tuntas atau nggak tentang tujuan awal Ai tersebut, saya gak tau (dan gak bisa cari tahu... Baka-Tsuki, please translate the light novel faster. Gue gak bisa baca kanji banyak-banyaaakkk (T__T) ).
Ketiga, plothole. Banyak pertanyaan tentang segala sesuatu di anime ini yang belum terjawab atau tidak diceritakan secara jelas. Gimana masa lalunya Hampnie, gimana bisa ibunya Ai a.k.a. Hana punya sifat yang beda jauh dari kebanyakan gravekeeper, gimana Ortus bisa dibangun, gimana caranya malah makin banyak miracle di dunia tersebut (selain gravekeeper! Ini membingungkannn), gimana kelanjutan perjalanannya Ai, dst dst dst...
Keempat, ABUSE!!!! Ai-chan di-abuse sama bapaknya sendiriiii AAAAAAAGGGHHH!! Beberapa sceneketika Ai ditonjok sama Hampnie bener-bener bikin saya nyaris gigit mouse untuk melampiaskan kekesalan!! Please deh, saya ini gak tahan ngeliat karakter anak kecil disakiti... *hiks* (T__T)
Dan sebaiknya segera saya akhiri review ini sebelum tambah kesel karena inget lagi adegan abuse-nya...
Terima kasih sudah baca reviewnya! Sekarang, kamu mau dikubur nggak? |
---------------------
Rating:
8.8/10 (A rank) untuk Kamisama no Inai Nichiyoubi karena atmosfer stoic-nya, philosophy of death-nya, musik-musik yang super, dan artwork yang menggugah.
Direkomendasikan untuk para penonton yang mencari anime yang unik dan tidak biasa, namun tetap memberikan sesuatu yang mendalam dengan cara yang tidak terlalu rumit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar